Rajungan atau Portunus sp merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. Dengan harga jual mencapai 70 ribu rupiah per kilogram, saat ini permintaannya cenderung terus naik terutama dalam memenuhi permintaan pasar ekspor ke berbagai negara khususnya Amerika Serikat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2015 menunjukkan volume ekspor rajungan dan kepiting Indonesia mencapai 29.038 ton dengan nilai ekspor mencapai 321.842 US$.
Permintaan dan harga yang menggiurkan ini, disatu sisi telah memicu over eksploitasi di berbagai wilayah, dan saat ini mulai terlihat kecenderungan penurunan stok yang cukup drastis.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangannya juga menyampaikan keprihatinannya atas pemanfaatan yang cenderung eksploitatif tersebut. “Kita tentu prihatin dengan kondisi ini, oleh karena itu perlu ada upaya konkrit bagaimana memulihkan ketersediaan stok rajungan ini. Peran teknologi budidaya, saya rasa bisa didorong sebagai penyangga stok bagi komoditas yang terancam seperti rajungan ini”, kata Slamet.
Slamet menjelaskan, bahwa Permen KP no 52 tahun 2016 merupakan perangkat untuk melakukan tindakan preventif bagi perlindungan komoditas termasuk didalamnnya adalah Rajungan. Upaya ini penting, apalagi saat ini peran perikanan budidaya juga dinilai sebagai jawaban bagiamana di satu sisi kelestarian jenis ini bisa dijaga, namun disisi lain masyarakat akan menikmati nilai ekonominya secara langsung.
Genjot produksi benih untuk budidaya dan restocking
Slamet menunjukkan bagaimana inovasi teknologi budidaya saat ini telah mampu memproduksi benih rajungan secara massal. Keberhasilan ini menurutnya menjadi jawaban atas kekhawatiran diatas. “Intinya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan nilai ekonomi dapat dilakukan secara simultan melalui peran teknologi perikanan budidaya”, imbuh Slamet
Sementara itu, Nono Hartono, Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan, membenarkan bahwa pihaknya telah mampu menghasilkan produksi massal benih rajungan. Nono, menjelaskan bahwa beberapa tahun ke belakang BPBAP Takalar terus melakukan upaya perekayasaan pembenihan terhadap komoditas ini dan hasilnya saat ini sangat memuaskan. “Keberhasilan ini, tentunya akan menjadi nilai tersendiri, bagaimana kita mengawal dan mengimplementasikan pesan bu Menteri untuk melakukan pemanfaatan sumber daya rajungan secara bertanggunjawab dan berkelanjutan”, jelas Nono saat dikonfirmasi.
Saat ini Unit Pembenihan Rajungan BPBAP Takalar terus menggenjot produksi benih rajungan. Sebagai gambaran Tahun 2016 produksi Benih rajungan mencapai 126.400 ekor dan Tahun 2017 ini ditargetkan 800.000 ekor benih. Nono menambahkan, benih akan digunakan untuk kegiatan budidaya dan restocking.
Diakui Nono, kegiatan budidaya memang telah cukup lama dilakukan masyarakat, hanya saja belum memenuhi kaidah budidaya yang baik, disamping itu benih yang digunakan masih tergantung dari stock alam. Dengan adanya keberhasilan produksi massal benih ini, diharapkan akan mampu mensuplai kebutuhan benih bagi masyarakat. Kebutuhan benih nantinya tidak lagi bergantung dari alam, selain itu rajungan hasil budidaya diharapkan akan memenuhi kebutuhan pasar tanpa melalui eksploitasi seperti yang saat ini terjadi.
“Tahun 2015 kami juga lakukan pendampingan teknologi perbenihan di UPTD milik Pemda dan diseminasi budidaya di sentra-sentra penghasil rajungan seperti di Kalimantan Timur. Tujuannya untuk mensosialisasikan inovasi teknologi yang berkelanjutan, sehingga kelestarian stock rajungan tetap terjaga”, Imbuh Nono.
Sementara itu PT. Kemilau Bintang Timur (KBT) salah satu perusahaan pengolah rajungan, menyatakan tertarik untuk melakukan budidaya rajungan secara langsung di tambak. Sejak Tahun 2015 disepakati perjanjian kerjasama untuk pengembangan budidaya rajungan, dengan benih disuplai dari BPBAP Takalar. Produksi rajungan PT. KBT saat ini tidak lagi tergantung pada hasil tangkapan nelayan di laut.
Ditjen Perikanan Budidaya juga konsisten melakukan kegiatan restocking rajungan di perairan khususnya yang telah over eksploitasi. Slamet mengatakan untuk menjaga kelestarian jenis pihaknya telah memasukan kegiatan restocking sebagai program prioritas ke depan. “Restocking merupakan program prioritas, sebagai bentuk tanggunjawab dalam melindungi, dan menjaga keragaman hayati sumber daya perikanan di Indonesia”, Pungkasnya.
Hingga Tahun 2016 BPBAP Takalar telah melakukan restocking benih rajungan sebanyak 2,3 juta ekor, yang tersebar di perairan Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Pangkep. Sedangkan tahun ini direncanakan akan dilakukan restocking lanjutan sebanyak 450 ribu ekor di Kabupaten Maros, Pangkep dan Takalar..
Disamping itu, Ditjen Perikanan Budidaya melalui BPBAP Takalar misalnya, telah memasukan agenda rutin kegiatan restocking ini dalam perjanjian kerjasama yang disepakati dengan PT. KBT. “Tujuan kita adalah mengajak perusahaan agar mempunyai kontribusi dalam kelestarian sumberdaya alam terkhusus komoditas rajungan. Ini merupakan bentuk kompensasi jasa lingkungan yang sudah seharusnya perusahaan berikan”, pungkas Nono.
Sebelumnya Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara juga telah melakukan kegiatan sejenis yaitu resocking benih rajungan sebanyak 200.000 ekor di tiga titik yaitu Perairan Pulau Panjang dan kawasan perairan Jepara yang juga diprakarsai oleh 2 perusahaan yang bergerak di bidang usaha rajungan yakni PT. Kemilau Bintang Timur Cirebon dan Harbor Seafood USA.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar