Langsung ke konten utama

Postingan

PENANGKAPAN IKAN BERLEBIH

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian 400 ton ikan  mackerel  ditangkap dengan  pukat . Ukuran pukat dapat diperkirakan berdasarkan dengan keberadaan kru kapal di sisi kiri gambar Grafik yang menunjukkan penurunan tangkapan ikan kod atlantik setelah terjadinya penangkapan berlebih Penangkapan ikan berlebih  adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan terhadap  populasi ikan  hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat  biomassa  yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut telah dicontohkan dari  perburuan sirip hiu  yang belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan. [1]  Kemampuan usaha perikanan menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini tergantung pada kelentingan ekosistem ikan terhadap turunnya populasi. Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem dapat terjadi pasca penangkapan ikan berlebih di ma
Postingan terbaru

PEMBERDAYAAN PEMBUDIDAYA

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengapresiasi peran BUMN dalam mendorong pemberdayaan pembudidaya ikan melalui implementasi program CSR dan Program Kemitraan (PK). Hal ini, akan memicu penguatan kapasitas usaha pembudidaya ikan dan sudah barang tentu akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan hal tersebut di Jakarta, Rabu (14/2). Slamet menambahkan, pemerintah mengakui adanya keterbataaan anggaran untuk menjangkau pemberdayaan terhadap seluruh pembudidaya ikan yang ada di Indonesia. Oleh karenanya, pihaknya  terus memfasilitasi keterlibatan pihak lain khususnya BUMN dalam memberikan kontribusi yang sama. "Jumlah Rumah Tangga Pembudidaya Ikan (RTP) di Indonesia lebih dari 1,5 juta RTP, tidak mungkin Pemerintah berjalan sendiri dalam melakukan pemberdayaan. Perlu keterlibatan pihak lain seperti BUMN melalui pola pemberdayaan berbasis kemitraan semisal CSR dan sejenisnya", ungkap Slamet. Slamet meneg

PEMBENIHAN RAJUNGAN SECARA MASAL

Rajungan atau  Portunus  sp merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. Dengan harga jual mencapai 70 ribu rupiah per kilogram, saat ini permintaannya cenderung terus naik terutama dalam memenuhi permintaan pasar ekspor ke berbagai negara khususnya Amerika Serikat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2015 menunjukkan  volume ekspor rajungan dan kepiting Indonesia mencapai 29.038 ton dengan nilai ekspor mencapai   321.842 US$. Permintaan dan harga yang menggiurkan ini, disatu sisi telah memicu over eksploitasi di berbagai wilayah, dan saat ini mulai terlihat kecenderungan penurunan stok yang cukup drastis. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangannya juga menyampaikan keprihatinannya atas pemanfaatan yang cenderung eksploitatif tersebut. “Kita tentu prihatin dengan kondisi ini, oleh karena itu perlu ada upaya konkrit bagaimana memulihkan ketersediaan stok rajungan ini. Peran teknologi budidaya, saya rasa bisa didorong sebagai peny

JALUR PENANGKAPAN IKAN

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan pengaturan mengenai jalur penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada tanggal 30 Desember 2016 dibuat untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan. Peraturan Menteri tersebut mengatur beberapa hal, satu diantaranya adalah mengenai jalur penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan I, Jalur Penangkapan Ikan II, dan Jalur Penangkapan Ikan III. Jalur Penangkapan Ikan I terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan IA, meliputi perairan pantai sampai de

FEEDING PROGRAM IKAN LELE

Setiap peternak ikan lele yang menginginkan hasil panen yang maksimal tentunya harus mengetahui cara pemberian pakan lele yang merupakan hal penting dan berpengaruh sangat besar dalam kesuksesan produksi budidaya ikan lele. Jika terjadi kesalahan dalam tata cara pemberian pakan lele akan berakibat buruk, dari benih atau bibit lele yang tumbuh lambat, mudah terserang penyakit sampai kondisi yang paling fatal yaitu kematian pada ikan lele yang dibudidayakan.  Banyaknya keluhan dari para pengusaha ternak atau budidaya lele tentang penyakit yang menjangkit lele peliharaan mereka sebagian besar diakibatkan dari kurang atau mungkin sama sekali belum mengetahui tentang tata cara pemberian pakan lele yang baik dan benar, adapun tata cara pemberian pakan lele dapat dibagi menjadi : Waktu Pemberian Pakan, Persiapan Pemberian Pakan, dan Cara Memberikan Pakan. Tata cara pemberian pakan lele pada segmen pembenihan dan pembesaran tidak terlalu banyak perbedaan, perbedaan paling mendasar hany

BUDIDAYA LELE SISTEM BIOFLOK

  Budidaya ikan nila  dengan sistem bioflok menjadi salah satu alternatif lain yang dapat diterapkan oleh para pembudidaya ikan saat ini. Sistem bioflok menjadi populer karena jika dibandingkan dengan sistem konvensional lainnya, sistem ini memiliki beberapa kelebihan. Bioflok lebih irit pakan dan tingat kematian ikan lebih kecil. Sistem bioflok telah diterapkan pada beberapa budi daya ikan, seperti lele dan udang. Bioflok merupakan gumpalan atau agregat yang berisi mikroorganisme yang sangat baik untuk pakan ikan. Selain terdapat mikroorganisme, bioflok juga terdiri atas bahan organik dan non-organik, kation, dan polimer organik. Bahan organik dalam bioflok tersebut berisi 2–20% mikroorganisme dan 60–70% bahan organik lainnya, sedangkan bahan anorganiknya berkisar 30–40%. Budi daya nila  dimulai dengan penebaran benih berukuran 4 gram dalam kolam bak semen seluas 160 m 2  dengan kepadatan 38 ekor per m 2  pada salinitas 10 ppt. Pakan komersil (kandungan protein kasar 28%)

BUDIDAYA IKAN NILA MERAH SISTEM BIOFLOK

     Peningkatan permintaan akan ikan konsumsi mendorong dilakukannya budidaya intensif. Kepadatan tinggi dan peningkatan pemberian pelet dalam budidaya intensif akan menyebabkan terjadinya akumulasi limbah organik yang berdampak pada penurunan kualitas air dan produksi ikan. Teknologi bioflok adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Prinsip teknologi bioflok adalah adanya pengontrolan nitrogen anorganik melalui penambahan karbon organik yang akan meningkatkan rasio C/N perairan untuk menumbuhkan bakteri heterotrof. Biomassa bakteri heterotrof kemudian akan membentuk flok bersama dengan mikroba lain. Bioflok yang terbentuk dapat dimanfaatkan ikan sebagai pakan alami berprotein tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan teknologi bioflok terhadap profil kualitas air, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila merah Oreochromis sp. yang dipelihara secara super intensif pada kepadatan 25, 50 dan 100